Atheis : Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan?
Abu Hanifah : Allah berfirman “Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula
melahirkan”.
Atheis : Masuk akalkah bila
dikatakan bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya?,
pada tahun berapa Dia ada?
Abu Hanifah : Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.
Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?
Atheis : Ya.
Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis : Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah : Kalau sebelum
angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau
sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahului-Nya?
Atheis : Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada
tempatnya.
Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, Apakah di dalam susu itu
keju?
Atheis : Ya, sudah tentu.
Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya
keju itu sekarang?
Atheis : Tak ada tempat
yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu di seluruh
bagian.
Abu Hanifah : Kalau keju
makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta
kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta’ala?, Dia tidak bertempat dan tidak
ditempatkan!
Atheis :Tunjukkan kepada
kami dzat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti
air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan
meninggal?
Atheis :Ya, pernah.
Abu Hanifah : Sebelum ia
meninggal, sebelumnya dia bisa berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan
anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan
perubahan itu?
Atheis : Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?
Atheis : Ya, masih ada.
Abu Hanifah: Ceritakanlah
kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air
atau menguap seperti gas?
Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
Abu Hanifah : Kalau tuan
tidak boleh mengetahui bagaimana dzat maupun bentuk roh yang hanya sebuah
makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan dzat Allah Ta’ala?!!
Atheis : Ke arah manakah
Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai
arah?
Abu Hanifah : Jika tuan
menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu
menghadap?
Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : Kalau
demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah
Ta’ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.
Atheis : Kalau ada orang
masuk ke surga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di surga kekal
selamanya?
Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada
akhirnya.
Atheis : Bagaimana kita
boleh makan dan minum di surga tanpa buang air kecil dan besar?
Abu Hanifah : Tuan sudah
mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama
sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru
kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis : Bagaimana kebaikan
surga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?
Abu Hanifah : Allah juga
menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak,
seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang
(bertambah) dan tidak berkurang.
“Ya! kalau segala sesuatu
sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?” tanya Atheis.
“Tuan menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari
atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari
atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan”, pinta Abu Hanifah.
Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
“Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan
tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?”.
Ilmuwan kafir mengangguk.
“Ada pekerjaan-Nya yang
dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah
bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak
seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada
seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan
mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu”.
Para hadirin puas dengan
jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan ilmuwan besar
atheis tersebut dia mengakui kecerdikan dan keluasan ilmu yang dimiliki Abu
Hanifah.