
(Copas dari blog Pak Agus Mustofa) via Tauhid - The Real Freedom
Salah satu pelajaran Tauhid yang sering kita salah-pahami adalah tentang ‘Kursi Alllah’. Seorang jamaah umroh pernah saya tanya tentang persepsinya terhadap Allah, saat dia menjalankan shalat ‘menghadap’-Nya. ‘’Apakah yang terbayang di dalam benak Anda tentang Allah, ketika Anda shalat?’’ Dia menjawab: ’’Allah berada di depan saya, sedang duduk di atas Singgasana-Nya…’’.
Tentu saja ini salah
kaprah. Sehingga saya perlu mengajaknya diskusi cukup lama untuk menjelaskan
berbagai statement al Qur’an yang bisa menjebak persepsi kita dalam
memahami-Nya. Masalahnya, memang, Allah memperkenalkan Diri-Nya di dalam Al
Qur’an dengan menggunakan bahasa personifikasi manusia.
Ketika Allah mengatakan,
Dia Maha Melihat maka otomatis tebersit di benak kita Allah memiliki mata.
Ketika Allah mengatakan, Dia Maha Mendengar, otomatis pula kita mempersepsi
Allah punya telinga. Demikian pula ketika Allah mengatakan menggulung langit
dengan tangan-Nya, berkata-kata, dan bersemayam di atas singgasana, maka kita
langsung saja membayangkan Allah punya tangan, mulut, dan sosok yang duduk di
atas kursi.
Kenapa bisa demikian?
Padahal, kita semua sudah tahu jawabannya, bahwa persepsi kita itu adalah
sebuah kekeliruan massal, alias salah kaprah. Karena, kosa kata yang digunakan
Allah untuk memperkenalkan Diri-Nya itu adalah kosa kata yang sudah sehari-hari
kita gunakan untuk menjelaskan aktifitas manusia. Sehingga memorinya sudah
telanjur berada di dalam otak kita. Bahwa melihat itu ya dengan mata, mendengar
itu ya dengan telinga, memegang itu ya dengan tangan, dst.
Maka, untuk mengurangi efek
mis-persepsi itu kita lantas mengatakan begini: Dia melihat dengan penglihatan
yang bukan seperti penglihatan kita, Dia mendengar dengan pendengaran yang
’bukan’ seperti pendengaran kita, Dia menggunakan tangan yang ’bukan’ seperti
tangan kita, Dia duduk di atas kursi yang ’bukan’ seperti kursi kita, dan
seterusnya.
Tetapi, tetap saja persepsi
di benak kita tidak beranjak jauh dari persepsi semula. Kenapa? Karena kita
hanya menambahkan kata ’bukan’ di depan kata ’tangan’. Maka yang yang terbayang
ya tetap saja tangan. Atau, kata ’bukan’ di depan kata ’kursi’, ya tetap saja yang
terbayang adalah ’kursi’, meskipun dengan ’bentuk’ yang lain… smile emotikon
Ya, itulah masalahnya:
bahasa personifikasi. Kita telanjur mengenal istilah tersebut untuk menjelaskan
sifat-sifat-Nya yang sebenarnya tidak bisa terwadahi oleh istilah apa pun.
Dalam bahasa apa pun. Setiap kali kita menggunakan bahasa untuk mendefinisikan
sifat-Nya, setiap itu pula kita telah membatasi ’kemutlakan-Nya’. Bagaimana
mungkin ’Sesuatu’ yang tidak terbatas, diceritakan dengan istilah atau definisi
yang terbatas? Apalagi, makna kata ’definisi’ adalah ’batasan’. Allah adalah
Dzat yang tidak bisa didefinisikan..! Karena itu Dia mengatakan diri-Nya
sebagai laisa kamitslihi syai-un ~ tidak seperti apa pun yang kita persepsikan,
setelah menjelaskan tentang sifat-sifat-Nya.
Kita definisikan sebagai
‘ketiadaan’, salah. Kita definisikan sebagai ‘beradaan’, juga belum benar. Kita
definisikan secara scientific sebagai ‘singularitas’, keliru. Kita definisikan
sebagai ‘non singularitas’, ya belum betul. Bahkan kita definisikan sebagai
‘tidak bisa dijelaskan’ pun tidak pas. Karena, sebenarnya Dia bisa dijelaskan,
meskipun penjelasan itu belum mewakili ’seluruhnya’. Bahkan, istilah ‘mutlak’
juga belum bisa mewakili-Nya. Karena dia sekaligus ’Tidak Mutlak’. Dia adalah
Dzat yang meliputi segala kontradiksi.
Lantas, untuk apa kita
menjelaskan eksistensi Allah, kalau seluruh bahasa sudah tidak bisa
mewadahi-Nya. Bukankah semua yang kita lakukan adalah sebuah kekeliruan semata,
dan hasilnya selalu ’bukan itu’? Kalau kita tidak berusaha menjelaskannya, kita
malah semakin keliru. Disebabkan ketidak-mengertian. Adalah lebih baik kita
’mengerti’, daripada tidak mengerti. Meskipun, dalam ’mengerti’ itu ada
grade-nya: mulai dari ’tidak mengerti’, ’agak mengerti’, ’semakin mengerti’,
dan ’paling mengerti’. Tetapi tidak pernah ”sudah mengerti’.
Lantas, bagaimana cara kita
mengenal Allah? Tentu saja, sangat banyak caranya, sebanyak kepala manusia yang
ada di muka bumi. Setiap kita pasti memiliki persepsi yang berbeda dengan orang
lain. Sebagai misal, meskipun Anda sedang sama-sama membaca tulisan saya ini,
saya jamin setiap Anda memiliki persepsi yang berbeda tentangnya. Tidak
apa-apa. Sangat manusiawi…
Dalam hal persepsi, yang
harus kita lakukan adalah membuka peluang untuk memperoleh persepsi seluas-luasnya.
Sehingga tercapai kesimpulan yang semakin utuh alias holistik, dalam sudut
pandang selebar-lebarnya. Untuk itu, kita mesti menggali ayat-ayat Qur’an
sebanyak-banyaknya, dan di-cross-check dengan data yang sevalid-validnya
sebagai bukti ayat-ayat Kauniyah yang dihamparkan-Nya di sekitar kita. Termasuk
yang ada pada diri kita sendiri. Bukankah kata Al Qur’an, kita bisa memahami
eksistensi Allah dengan cara mengenal alam sekitar dan diri sendiri?
QS. Adz Daariyaat (51):20-
21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
Maka, jangan hanya
mendefinsikan dengan satu-dua kata tentang eksistensi-Nya. Melainkan,
’definisikanlah’ dengan jutaan kata, atau syukur-syukur dengan ungkapan yang
tiada berhingga. Karena, kita memang tidak akan pernah bisa mendefinisikan
dengan sebenarnya, kecuali hanya mendekati. Yang bisa kita lakukan memang cuma
menggeser batas definisi yang kita gunakan agar ’lebih memahami’-Nya.
Ada ribuan ayat yang
bercerita tentang Allah di dalam Al Qur’an. Mulai dari yang bersifat definisi
sampai perintah untuk melakukan investigasi. Semua itu mesti disusun dalam
sebuah ’gambar’ besar tentang-Nya. Meskipun ’gambar’ yang kita peroleh tentang-Nya
itu belum benar, tapi lumayanlah untuk modal dasar bagi upaya kita mendekatkan
diri kepada-Nya, dari waktu ke waktu sampai ajal menjemput kita. Sampai
datangnya hari Akhirat yang berdimensi lebih tinggi, dimana kita akan bisa
memahami Allah dengan jauh lebih baik dari pada sekarang. Meskipun, tetap saja
kita tidak akan pernah bisa memahami-Nya dalam arti yang sesungguhnya.
Ada beberapa ayat yang
seringkali saya gunakan untuk mendasari pemahaman Tauhid, diantaranya adalah
berikut ini.
1. Bahwa Allah demikian
Besar-nya, sehingga Dzat-Nya meliputi seluruh langit dan Bumi. Jadi segala
sesuatu yang berada di dalam alam semesta, dengan sendirinya berada di dalam
Diri-Nya. Tetapi tidak sama dengan Diri-Nya. ’Larut’ tetapi tidak ’menjadi’.
Karena itu, kemana pun kita menghadap, kita berhadapan dengan Allah.
QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
2. Sebagai Dzat yang Maha
Besar, maka Allah meliputi bukan hanya ruang, melainkan juga waktu. Sehingga,
’awal’ dan ’akhir’ berada di dalam Diri-Nya pula. Waktu ke nol dan waktu ’tak
berhingga’ semuanya berada di dalam Allah. Selain itu, Allah juga meliputi
segala yang zhahir (lahiriah) dan bathin (batiniah). Yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan. Pendek kata segala yang bersifat kontradiktif: dulu & sekarang,
disana & disini, kelihatan & tersembunyi, besar & kecil, bergerak
ataupun diam, nol & tak berhingga, dlsb, semuanya berada di dalam-Nya.
QS. Al Hadiid (57): 3
Dialah Awal dan Akhir, Zhahir dan Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dialah Awal dan Akhir, Zhahir dan Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Maka bagaimanakah memahami
’Kursi Allah’ yang besarnya meliputi langit dan bumi? Yang meliputi alam
semesta. Yang mana black-hole hanya menjadi salah satu anggota saja dari
eksistensi alam semesta. Meskipun, di dalam black-hole itu segala hukum alam
runtuh dan tak bisa dijelaskan lagi. Tetapi, bukankah di luar black-hole masih
terdapat segala ’yang bisa dijelaskan’, sebagai anggota alam semesta? Maka,
black hole bukan segala-galanya yang mewakili eksistensi-Nya. Melainkan hanya
sebagai bagian dari ’kontradiksi’ yang sedang diliputi oleh Kursi-Nya yang
agung.
QS. Al Baqarah (2): 255
… Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
… Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Karena itu, Kursi Allah
bukan bertempat di dalam alam semesta yang tersusun dari
’ruang-waktu-materi-energi-informasi’. Melainkan meliputinya. Sehingga, tidak
ada referensi yang bisa kita gunakan untuk memahami bentuknya. Jangankan
Singgasana atau Arsy Allah, isi blac-khole saja tidak bisa dijelaskan, karena seluruh
hukum alam runtuh di titik singularitas itu. Ibarat angka ’nol’, semua hukum
matematika tidak berlaku lagi, ketika kita ’masuk’ ke dalam angka nol. ’Ada’
bilangannya memang, tetapi ’tidak ada’ isinya. Bagaimana mungkin kita bisa
’menghitung’ ketiadaan?
Maka, seluruh hukum sains
tidak berlaku di dalam black-hole. Apalagi di dalam ’Arsy Allah yang
meliputinya. Apalagi, untuk menjelaskan Dzat Allah…! Tidak ada perangkat yang
bisa kita pakai, kecuali sekedar analogi dan perumpamaan belaka. Bahwa Arsy alias
Kursi Allah adalah lambang Kekuasaan yang meliputi seluruh realitas alam
semesta. Yang ’bisa didefinisikan’ maupun yang ’tidak bisa didefiniskan’…!
QS. Al A’raaf (7): 54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. Dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
’Dimanakah’ Arsy Allah
berada? Allah mengatakan di atas ’air’ saat penciptaan alam semesta raya. ’Air’
apakah itu yang sudah ada di awal penciptaan alam semesta? Bukankah H2O baru
tercipta miliaran tahun setelah masa awal penciptaan jagat? Itulah zat yang
menjadi ’cikal bakal’ alam semesta yang dalam terminologi Big Bang dikenal
sebagai Sop-Kosmos. Yakni: seluruh materi-energi-ruang-waktu yang dikompres
menjadi ’bahan’ berbentuk jelly dalam ukuran sangat kecil, dimana suhu,
tekanan, dan kerapatannya tak berhingga besarnya, yang lantas memunculkan
ketidakstabilan, dan kemudian meledak menjadi alam semesta dalam kendali
Kekuasaan-Nya, di dalam Arsy Allah..
QS. Huud (11): 7
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah `Arsy-Nya diatas air (al maa’ ~ sop kosmos), agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya…
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah `Arsy-Nya diatas air (al maa’ ~ sop kosmos), agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya…
QS. Al Anbiyaa’ (21): 30
Dan apakah orang-orang yang ingkar tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air (al maa’) Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Dan apakah orang-orang yang ingkar tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air (al maa’) Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Wallahu a’lam bishshawab
0 komentar:
Post a Comment