Oleh :
Abu Akmal Mubarok
Apakah Ciri
Ciri Istidraj?
Istidraj bisa terjadi pada hal apa
saja. Semua kenikmatan dan apa apa yang disenangi oleh manusia bisa menjadi
istidraj. Jadi kapankah sesuatu itu bisa menjadi istidraj? Bagaimanakah
kita membedakan bahwa kesenangan dan kenikmatan yang kita dapat itu adalah
karunia Allah, ujian atau kah istidraj?
1. Jika ia
adalah orang kafir, maka semua kelimpahan harta, kesenangan dan
kenikmatan duniawi adalah semata kemurahan Allah karena dunia ini remeh di sisi
Allah. Jika ia terus dalam kekafirannnya maka itu adalah istidraj.
Dan
janganlah sekali-kali orang kafir mengira bahwa pemberian tangguh Kami kepada
mereka adalah lebih baik bagi mereka melainkan supaya bertambah tambah dosa
mereka (Q.S. Ali
Imran [3]:178)
Sayid Qutb
menjelaskan ayat di atas berkata : “itu hanyalah fitnah dan itu hanyalah tipu
daya yang kuat dan istidraj yang jauh” (Fhizilalil Qur’an Jilid 2 Hal 532) Maka
harta, kekuasaan, kenikmatan duniawi itu bagi orang kafir sudah pasti adalah
istidraj.
Namun jika
ia merenungkan kebesaran Allah dan mendapat hidayah masuk Islam maka hal itu
bukanlah istidraj. Hal ini tidak bisa terjadi kecuali memang ada kejernihan
hati, kebersihan jiwa dan keunggulan akal dari orang itu, minimal orang itu
peduli dengan benar atau tidaknya keyakinannya selama ini. Contoh nya
adalah Raja Negus (Najsyi) dari Ethiopia (Habasyah) yang waktu itu beragama
Nasrani dan dia masuk Islam ketika dibacakan Q.S. Maryam oleh Dja’far bin Abi Thalib
r.a. Atau Sir Lauder Brunton dan Archibakd hamilton, yang walaupun mereka
seorang bangsawan terkemuka Inggris namun nuraninya terusik dengan kejanggalan
keyakinan yang dianutnya selama ini, dan berusaha mencari kebenaran.
2. Jika ia
adalah orang muslim, maka kesenangan, keinginan, dan kenimatan duniawi
adalah karunia sekaligus ujian. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
kenikmatan itu juga ujian.
Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Q.S. Al-Anbiya[21] : 35)
Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Q.S. Al-Anfaal [8] : 28)
Jika ia
lolos dari ujian ini, yaitu ia memanfaatkan harta sebaik-baiknya, dan
menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat, maka harta itu menjadi
keberkahan dan karunia baginya.
Janganlah
kalian mencaci-maki dunia. Dia adalah sebaik-baik kendaraan. Dengannya orang
dapat meraih kebaikan dan dapat selamat dari kejahatan. (H.R. Ad-Dailami)
3. Namun
jika seorang muslim itu tidak kuat jiwanya dan kemudian menjadi lupa
diri, tidak bersyukur, dan gara2 kesenangan dan kenikmatan itu
kemudian menjauhkan dirinya dari Allah, maka ada dua kemungkinan. Harta itu
menjadi musibah bagi dirinya dan kemudian Allah menarik kenikmatan itu agar ia
kembali ke jalan yang benar. Itu berarti Allah masih sayang pada dirinya dan
berarti Allah menghendaki kebaikan bagi dirinya.
4.
Kemungkinan kedua, jika Harta itu menjadi musibah bagi dirinya namun Allah
justru semakin melimpahinya dengan berbagai kesenangan, kemudahan, segala
keinginannya terkabul dan segala kenikmatan mampu diraihnya maka itu adalah
istidraj.
Rasulallah
s.a.w bersabda: “Apabila kamu melihat Allah memberikan kepada seorang
hambaNya di dunia ini apa yang hamba itu suka atau inginkan, sedangkan hambaNya
itu selalu berbuat kemaksiatan, maka itulah ISTIDRAJ“. Kemudian Rasulullah
s.a.w pun membaca surah (Q.S. Al-An’am: 44- 45)
5. Sedangkan
jika ia lupa diri, tidak bersyukur, dan menyalahgunakan hartanya itu di jalan
yang tidak dirihodi Allah, bahkan menjadi berkubang kemaksiatan dengan harta
itu, sementara Allah tak juga menarik kenimatan itu bahkan sebaliknya semakin
bertambah-tambah dibukakan dunia oleh Allah maka sudah bisa dipastikan itu
adalah situasi istidraj.
Ali bin Abi
Thalib r.a. berkata : “Jagalah agar engkau tidak tertipu oleh kaum pemuja
dunia yaitu mereka yang merasa aman dan tenteram dengan kehidupannya. Kemudian
mereka terlunta lunta tersesat dalam hutan rimbanya dan terbenam dalam
kenikmatannya”. (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 58)
6. Namun
terkadang Allah memberikan peringatan bukan dengan ditariknya kenikmatan itu
melainkan didatangkanlah peringatan berupa orang shaleh yang menasehati, atau
peristiwa di sekeliling yang bilah direnungkan bisa diambil hikmahnya. Namun
jika ia tak kunjung mengerti k dengan peringatan Allah itu dan tak kunjung
bertaubat, maka harta dan kenikmatan yang tetap tak berkurang bahkan semakin
bertambah itu jelas merupakan istidraj.
Maka dapat
kita simpulkan bahwa situasi istidraj itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Keimamanan dan ibadah semakin menurun namun kesenangan makin melimpah
Apabila kamu
menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut
kehendakNya, maka sesungguhnya itu adalah uluran waktu dan penangguhan tempo
belaka. Kemudian Rasulullah Saw membaca firman Allah Swt dalam surat Al An’am
ayat 44 : “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami
siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu, mereka terdiam berputus
asa.” (HR. Ahmad
dan Ath-Thabrani)
Ibnu
Athaillah berkata : “Hendaklah engkau takut jika selalu mendapat karunia
Allah, sementara engkau tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai
karunia itu semata-mata istidraj oleh Allah”
2. Terus
Melakukan Kemaksiatan Namun Kesuksesan Justru Semakin Melimpah
Ali Bin Abi
Thalib r.a. berkata : “Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat
Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau
terus-menerus melakukan maksiat kepadaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal
121)
3. Semakin
Kikir Justru Harta Semakin Melimpah
Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitung (harta) lalu dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengkekalkannya (Q.S.
Al-Humazah [104] : 1-3)
Ayat di atas
bercerita orang yang kikir dan menghitung-hitung hartanya. Ia mengira harta
yang ditumpukkannya itu akan mengokohkan posisi dan kekuasaannya di muka bumi.
Maka Allah akan menjadikan hal itu istidraj dengan sengaja makin kikir makin
bertambah harta kekayaannya. Sehingga orang itu semakin yakin bahwa sifat
kikirnya itulah yang menyebabkan dirinya kaya
4. Jarang
Pernah Sakit
Imam Syafi’I
pernah mengatakan : setiap orang pasti pernah mengalami sakit suatu ketika
dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit maka tengoklah ke belakang
mungkin ada yang salah dengan dirimu.
Artinya bisa
jadi orang yang tidak pernah sakit itu memuja jin atau menganut suatu ilmu
kesaktian tertentu yang itu adalah syirik dan persekutuan dengan setan.
Kalaupun bukan karena itu, jelas ada sesuatu yang salah atau sesuatu yang
menyimpang dalam diri kita.
- Semakin Sombong Namun Harta Semakin Melimpah
Orang yang
mengalami istidraj cirinya semakiin ia sombong maka semakin kaya dan terbuka
dunia bagi dirinya
Rasululah
s.a.w. bersabda : “Di antara tanda-tanda kesengsaraan adalah mata yang beku,
hati yang kejam, dan terlalu memburu kesenangan dunia serta orang yang
terus-menerus melakukan perbuatan dosa”. (HR. Al Hakim)
seteteshidayah.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment